Malam meninggi aku duduk
memandangi hamparan langit dari daun jendela kamarku , hanya hitam yang
tergambar . Tak ada sinar bintang seperti malam-malam sebelumnya. Beberapa
menit kemudian kualihkan pandangan ke arah tempat tidurku, disana kutemukan
sebuah map merah berisi berkas persyaratan beasiswa yang akan aku ajukan. Aku
berjalan menghampiri tempat tidur bersamaan dengan terdengarnya suara Anji
menyanyikan lagu Kekasih terhebat di Ponselku. Kulihat nama yang tertera di
layar, aku menarik nafas sebelum menjawab panggilan itu.
“Hallo”dari mulutku meluncurlah
kata pembuka untuk mengawali pembicaraan itu. “Zee,apa benar kamu akan
berangkat ke Kanada besok?”Vino bertanya tanpa ada basa-basi terlebih dahulu.
Aku kembali menarik nafas panjang menahan sesak yang mulai masuk perlahan ke
hatiku. Aku memang mengatakan pada Vino bahwa aku akan berangkat ke Kanada
dalam waktu dekat untuk meneruskan pendidikanku
tapi faktanya aku hanya akan pergi untuk mengikuti tes saja itupun
seminggu lagi bukan besok. Inikah yang disebut dengan berbohong demi kebaikan ?
Betewe,kebaikan siapa cil? Kebaikanmu, kebaikannya atau kebaikan bersama? Tau
ah , Gelap ! Hanya ini jalan satu-satunya untuk pergi dari kehidupan Vino.
“Iya”Jawabku pelan.”Aku tak
percaya”Balas Vino, aku terdiam. “Berapa lama?”Tanya Vino kemudian. “dua tahun
atau mungkin selamanya”Jawabku seadanya. Aku bisa mendengar Vino menarik nafas
dalam sekali, seolah ada kesesakan yang bersarang di dadanya. Ah mungkin hanya
perasaanku saja. “Itu artinya saat kamu kembali aku sudah menikah dengan orang
lain”Suara Vino terdengar lirih. What ?! Apa-apaan ini kok pakai acara nikah
segala, aku berusaha menjaga agar suasana tidak kaku. “Mungkin saja”Ujarku.
Lama kami saling terdiam lalu Vino kembali berkata “Zee, apa kamu mau mencintaiku
sebentar saja?”
Vino seandainya kamu tahu jika aku sangat
ingin berkata “Tidak, aku tak bisa mencintaimu sebentar saja karena aku ingin
mencintaimu selamanya” tapi mulutku takkan bisa mengatakan hal itu. Bagaimana
mungkin aku mencintai Vino sementara ada Karin disampingnya. Apa bisa aku
mencintai Vino sedangkan aku tak bisa hidup sebagai Zee selamanya. “Zee”Panggil
Vino seolah meminta jawaban untuk pertanyaan yang dia ajukan. “Vino jangan
gila, itu tidak mungkin”Kalimat itu yang akhirnya aku keluarkan dari mulutku.
“Kenapa? Apakah mencintaiku merupakan beban bagimu? Untuk malam ini saja aku
ingin dengar bahwa kamu memiliki rasa yang sama denganku sebelum kamu
benar-benar pergi”Kata Vino Lagi.
Sebelum aku benar-benar pergi ?
Huh ! Entah kenapa hatiku seperti teriris pisau lalu diberi air perasan jeruk
nipis. Alamak pedihnya pake banget cuy. “Vino dengarkan aku ini sangat tidak
mungkin, kamu tak pernah mengenal aku. Lagipula aku tak bisa membuka hati untuk
cinta walau hanya sebentar karena aku ingin fokus mengejar masa depanku”Aku
mencoba menjelaskan. “Masa depanmu? Kamu tahu rasanya sakit sekali saat kamu
mengatakan masa depan itu milikmu seolah kamu ingin menegaskan bahwa aku tak
akan pernah ada disana”Ucapan Vino kembali menancapkan kepedihan baru dihatiku.
Vino tak pernah tahu bahwa aku sangat ingin menjadikannya bagian dari masa
depanku namun aku dituntut untuk realistis memandang setiap potongan peristiwa
yang terjadi. Jika suatu hari Vino tahu bahwa Zee dan Acil adalah orang yang
sama apa mungkin Vino masih akan berkata masa depan itu milik kita seperti
sebelumnya? Belum tentu !
“Kenapa tidak menjawab
Zee?”Tanya Vino. Aku masih berusaha bernegosiasi dengan hati (alaaah kok
bahasanya ala vickynisasi ya?) tapi tidak ada salahnya kan ? Toh setelah ini
aku akan mengubur semua pelan-pelan “Baiklah”Jawabku. Malam itupun kami lalui
dengar berbincang panjang membahas hal konyol sampai hal yang serius, untung
saja kami tidak membahas berapa sisa hutang negara, siapa presiden berikutnya
atau hal yang sedikit berat. Haha
Malam itu aku
memutuskan untuk menjauh dari kehidupan Vino. Mengapa ?Walaupun ingin
namun Aku tak bisa bertahan lebih lama
disisinya karena ada hati yang harus di jaga. Jika ada yang harus terluka dari
sandiwara ini cukup hatiku saja, bukan Vino ataupun Karin. Aku tahu Karin
sangat mencintai Vino, sekalipun aku masuk dalam kehidupan Vino ketika mereka
tidak sedang bersama tapi aku akan merasa sangat berdosa jika aku tetap ada di
hubungan yang kembali mereka bina beberapa hari terakhir. Aku adalah salah satu
orang terdekat Vino tapi aku juga lah orang yang paling berpotensi untuk
melukai hatinya.
**
Pagi pun tiba, Vino kembali
menghubungiku sekedar memastikan apa aku benar-benar pergi dan itulah terakhir
kali aku mendengar suaranya. Aku segera melepaskan SIM Card Ponselku dan
menyimpannya dalam lemari. Aku tahu mungkin tidak akan mudah bagiku melupakan
Seorang Vino namun seiring jalannya waktu aku percaya akan banyak hal lain yang
perlahan membuat sosoknya terlupa.
“Kulepaskan cinta
ini kurela berkorban tak mengapa namun kau harus bahagia hooo ohh” penggalan
lirik lagu Sammy simorangkir berjudul “Kau Harus Bahagia” kurasa tepat untuk
menggambarkan suasana saat ini. Lagu yang menceritakan tentang dua insan yang
tak mungkin bersama. Salah satunya harus rela melepaskan kepergian sang kekasih
demi kebahagiaannya. Ya tahu sendiri lagu melanolis memang menjadi kekuatan
Sammy karena kepiawainnya dalam menyelami makna dari lirik lagu dan membawakan
seakan dia sendiri yang membawakan lagu tersebut untuk sang kekasih.
Saat ini aku
mengerti mengapa banyak orang percaya pada satu kalimat sakti “Cinta tak harus
memiliki” karena terkadang kita terpaksa melepaskan seseorang bukan karena kita
tak cinta dia namun ada bahagia lain yang harus kita jaga. Merelakan kesempatan
untuk bahagia sekalipun peluang sangat lebar terbuka ? Tak apa. Mungkin saat
ini bahagia kami memang berbeda.
Aku tutup kisah
tentang Vino pada akhir bulan kedua tahun Masehi. Vino adalah bintang jatuh
dihidupku. Hadir sekeap namun indahnya tetap melekat. Suatu hari jika kenytaan
ini terungkap, aku berharap Vino bisa bijaksana memahami semua yang telah
terjadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar