Beberapa hari ini kekalutan
hatiku semakin kuat mengantam. Aku diperhadapkan dengan berbagai macam
pergumulan. Beban itu semakin kuat menekan namun untuk berbagi pada orang lain
aku enggan. Apa dengan bercerita semua akan lebih ringan? Aku rasa tidak.
Karena itulah aku tak ingin orang lain tahu apa yang aku rasakan.
Di depan banyak orang aku bisa
bersikap ceria seperti biasanya. Aku pikir tak ada yang bisa membaca jika
dibalik tawa aku menyembunyikan sesuatu. Aku salah. Sikap pura-puraku tidak
berlaku di hadapanmu.
“Sms dari siapa? Mantan yang di Singapura?” Tanyamu
ketika salah seorang teman kita meledekku karena aku terlalu fokus pada
ponselku sedangkan di depan kita telah tersaji makanan.
“Tahu dari mana tentang hal itu?”Selidikku. Aku terkejut.
Aku sangat terkejut bagaimana mungkin kau mengetahui hal yang tak pernah
kubagi. Kau mengelak dengan jawaban yang tidak bisa ku terima. Ya..disitu semua
bermula. Dalam perjalanan pulang kita harus terlibat dalam pembicaraan yang
melibatkan perasaan. Perasaanku harus tak beraturan karenanya.
“Apa
yang kau cari? Harta, Tahta atau Cinta?” Pertanyaan itu kau ajukan padaku
setelah aku bercerita panjang tentang dia. Pria yang datang dari masa lalu
kemudian menawarkan cinta untukku.
“Tidak
ada. Aku tak lagi mencintainya, aku hanya ingin menebus rasa bersalahku
padanya” Jawabku. Mungkin kalimat itu keluar dari mulutku hanya karena aku tak
tahu apa yang sebenarnya aku inginkan. Aku masih mencari tahu apa yang
sebenarnya kucari.
“Jangan
bilang tidak ada. Jika kau tak cinta dia,masih tersisa dua pilihan lain. Harta
atau Tahta?” Sepertinya kau tak begitu saja percaya dengan ucapanku.
Apa
yang aku cari? Entahlah. Aku menarik nafas dalam. Dari sudut mataku aku bisa
melihat kau sedang menatapku tapi aku pura-pura tidak tahu. Aku ingin marah
padamu. Kenapa aku harus terlihat bodoh di depanmu? Aku ingin marah padamu !
Sepanjang perjalanan kau berhasil membuat aku jujur berkata tentang rahasia
yang sebenarnya tak ingin ku bagi.
Hei..siapa
kau sebenarnya? Mengapa saat di depanmu aku bisa bercerita tentang kesesakan
ini? Ada banyak pertanyaan yang ingin kulontarkan padamu. Cukup ! Biarlah aku
sendiri yang bertanya pada hatiku.
“Apa
dengan lari kau bisa merasa lebih tenang? Apa kau yakin itu tidak akan
menimbulkan rasa bersalah yang baru. Semua itu ada di pikiranmu,bukan
dikantongmu. Jika kau menyimpan kesesakan itu di kantong celanamu,kau bisa
membuangnya lalu melupakannya.”Aku tak mengerti mengapa ucapanmu terdengar
seperti sebuah ejekan. Ah..mungkin aku yang terlalu sensitive. Kupandang
wajahmu dan mata kita beradu.
“Semua
tersimpan dipikiranmu dan akan selalu ada dimanapun kau berada” Aku bisa
mendengar ada ketegasan dari nada bicaramu. Perkataan terakhirmu membuat aku
sadar,kau tidak sedang mengejekku melainkan membantuku untuk kembali berpikir
jernih.
Sekali lagi kutatap matamu, aku
tak berusaha mengalihkan pandanganku ke tempat lain. Tuhan..siapa pria yang ada
di hadapanku? Dia terlihat berbeda dari kesehariannya. Aku tak tahu mengapa
Tuhan selalu mengirimmu di saat yang tepat. Ini ketiga kalinya kita duduk
berdua dan saling berbagi cerita. Akhirnya selalu sama.Kata per kata yang kau
lontarkan selalu bisa menarikku kembali ke dunia nyata. Kau seolah membawaku
keluar dari dunia kenangan saat aku masih bersama dia. Kau juga berhasil
menghentikan langkahku sesaat sebelum aku terbang menuju angan yang berisi
harapan-harapan tak pasti. Mengapa harus kau?
“Aku
tidak sedang menakutimu namun jika kau terus lari maka perasaan dikejar akan terus
kau rasakan. Aku sudah lebih dulu mengalaminya. Menghindari sesuatu hanya akan
membuatmu tidak tenang. Menjelang deadline yang dia berikan,kau bisa berpikir
ulang” Setelah berkata demikian, kau pamit pulang.
Aku
perhatikan sampai malam benar-benar membuatmu menghilang.
“Terima
Kasih” Ujarku pelan dan aku tahu sudah pasti kau tak akan mendengar.
Kau..aku selalu bertanya siapa
kau? Mengapa pertahanan keangkuhanku roboh saat aku bersamamu.
Entahlah,bukankah tidak semua pertanyaan harus mendapatkan jawaban. Semua yang
kau katakan benar adanya hanya saja egoku seakan tidak terima.
Ku tutup rapat pintu rumahku.
Sekalipun aku belum bisa membuat keputusan, setidaknya ada sedikit kelegaan
yang aku rasakan walau hanya beberapa jam berbincang denganmu. Mungkin besok
semua akan kembali seperti semula, kau akan bertingkah seperti biasanya dan
percakapan kita malam ini pun akan kau lupa. Tak apa..kau tak punya kewajiban
untuk mengingat apa pun tentang kita. Akulah pihak yang tak boleh lupa.
Entah kapan aku akan melihatmu
seperti itu lagi tapi yang pasti sejak malam ini aku mulai memandangmu sebagai
seorang pria. Aku jatuh cinta?
Jangan..
Tidak..
Belum..
Setelah hari ini mungkin aku
belum tentu menemukan kau yang bijaksana seperti yang baru saja kulihat.
Seperti apapun kau,tidaklah penting bagiku. Namun jika aku punya kesempatan
duduk berdua denganmu lagi, aku sangat ingin berterima kasih.
Terima kasih karena aku bisa
menumpahkan perasaanku saat bersamamu.
Terima kasih karena di depanmu
aku bisa menjadi diriku sendiri tanpa harus malu meluapkan semua emosi.
Terima kasih karena kau bisa
membuat aku tenang setelah kekalutan itu pergi.
Aku tak tahu keputusan apa yang
akan kubuat nanti namun yang pasti, terima kasih telah menjadi bagian dari
keputusan ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar