Jumat, 29 April 2016

KAU YANG MEMBUANG BANYAK WAKTU UNTUK MENUNGGU,MAAFKAN AKU..



Pilihan yang tepat akan membawamu pada orang yang tepat. Aku tak tahu mengapa aku menulis kalimat itu sebagai pembuka dari curahan hati ini. Aku sudah menemukan orang tepat? Tidak. Hmmm..rasanya lebih baik jika aku mengatakan aku belum menemukan orang yang tepat. Walaupun begitu aku  tahu bahwa aku telah membuat keputusan yang tepat.
“Robek tiketnya sekarang”Ucapmu saat kita bertemu di Bandara tepat di hari ulang tahunku beberapa waktu lalu .
“Jika tidak kau lakukan, itu artinya kau masih memberiku peluang untuk berjuang” Lanjutmu kemudian.

Aku hanya bisa terdiam. Untukmu yang telah lama menunggu, aku rasa tindakanku sangat tak adil. Kau harus tahu sebenarnya aku tak ingin menyakitimu dengan kenyataan seperti ini tapi aku juga tak boleh membiarkanmu terlalu lama bermimpi.

Salahku karena dulu aku tak sabar menunggu sampai kau meraih impianmu. Aku masih sangat labil kala itu, aku tersanjung ketika kau bilang akan menyertakanku di masa depanmu. Kenyataan kau berjuang sendiri,itulah yang membuat aku tak terima. Bagaimana mungkin akan tercipta KITA kalau aku dan kau tak berjuang bersama?

Bukankah jika kau biarkan aku mendaki bersamamu akan lebih berarti dibandingkan kau membiarkanku menunggumu di kaki gunung. Menunggu kau kembali lalu memberitahu jika puncak itu sudah kau raih dan perjuangannya tak mudah. Saat membaca tulisan ini kau pasti berpikir aku sedang membuat pembenaran atas tindakanku menggantikanmu dengan orang lain. Maaf jika aku salah.

Tolong mengertilah. Kau ingat hari dimana aku mengantarmu untuk meraih mimpi? Hari dimana kau minta aku menunggu tanpa memberi kepastian apapun. Kau tahu betapa sulitnya bertahan menghadapi banyak tawaran cinta yang datang. Aku cukup angkuh menolak dan bisa setia, tapi kau tak menghubungiku sama sekali. Lalu kepada siapa kesetiaan itu aku banggakan? Untuk satu ketidakpastian, salahkah jika aku berlabuh pada dermaga yang lain setelah bertahun terombang-ambing?

Kau datang sangat terlambat sehingga penjelasan apapun tak lagi bisa membuatku bergeming. Kau datang ketika aku sudah bahagia bersama orang lain, itulah yang aku sesalkan. Kau berusaha masuk kembali dalam hidupku,kau bilang dia bukan orang yang tepat untukku. Kalau dia bukan orang yang tepat, menurutmu siapa yang pantas menjadi pria istimewa untukku? Apa orang itu adalah kau? Kau yang membiarkan aku melewati semuanya sendiri? Kau tak bisa menjawab pertanyaanku, kau hanya bilang kau akan menunggu hingga aku dan dia tak lagi bersama. Kau membuang waktu untuk hal tak pasti.

Kau memegang perkataanmu. Kau benar-benar membuang tahun-tahun hidupmu dengan menunggu tanpa harus menjadi seorang pengganggu. Hingga tiba dimana aku dan dia tak lagi bersama. Kau cukup cerdas memainkan peranmu. Saat tahu aku terluka, kau tak langsung datang memberikan penawarnya. Kau membiarkan aku menikmati kesendirianku terlebih dahulu.

Dan tepat di hari ulang tahunmu kau datang padaku menawarkan akhir untuk cerita panjang kita. Kau memintaku menjadi yang terakhir dan satu-satunya dalam hidupmu. Aku tak bisa menyembunyikan rasa tak percaya mendengar ucapanmu. Setelah aku mengumpulkan keberanian untuk memenuhi undanganmu, aku juga dikagetkan dengan permintaanmu. Permintaan yang kuanggap bisa menjadi jalan keluar untuk menebus rasa bersalahku sekaligus membuka jalan buatku melarikan diri dari tekanan yang sedang kualami. Aku pikir tak ada salahnya menjalaninya bersamamu.

Jika kau meminta aku menjawab saat itu juga pasti aku akan menjawab “YA” namun sepertinya kau tak terburu-buru. Kau menginginkan jawaban di hari ulang tahunku. 40 hari waktuku untuk berpikir. 40 hari yang membuat kau harus mendengar kata “TIDAK” terucap dari mulutku. Dalam 40 hari ada banyak hal yang terjadi. Aku bertemu seseorang yang membuat pikiranku terbuka. Membuat aku sadar bahwa aku tak bisa memenjarakan sisa hidupku hanya untuk menebus rasa bersalah.

Kita impas. Aku pernah menunggumu dan kau pun melakukan itu. Durasinya saja yang berbeda, kau menghabiskan waktu lebih lama.
“Kita benar-benar selesai?” Tanyamu ketika aku menyerahkan potongan tiket itu kepadamu. Aku mengangguk lalu memberanikan diri menatap matamu. Aku bisa melihat ada luka disana. Aku tahu kau sangat mencintaiku, rasa yang tak pernah berubah sejak kita berdua saling jatuh cinta 10 tahun yang lalu. Kau boleh menganggapku jahat.
“Setelah ini kita akan tetap berteman?” Kali ini aku yang bertanya.
“Lebih baik tidak” Suaramu terdengar parau. Hei..jelaskan padaku seberat apa kesesakan yang kau rasa. Aku berusaha tersenyum saat aku mengulurkan tangan tapi kau membiarkan tanganku menggantung di udara. Aku tahu butuh waktu untuk memulihkan luka yang hari ini aku buat. Kita akan berada di benua berbeda, semoga itu dapat membantumu melupakan semua.

Aku menawarkan akhir berbeda. Aku dan kau menjadi teman karena dulu kita mengawali cerita ini dengan pertemanan. Kau menolaknya, aku terima dengan lapang dada. Maaf jika aku menyakitimu..itulah yang kuucapkan ketika melihat punggungmu perlahan menjauhiku. Meski sedih namun aku bernafas lega. Memulai hari bersamamu tanpa rasa cinta akan menyakitimu di kemudian hari. Menjadikan orang setulus dirimu sebagai pelarian akan membuatmu terluka lebih dalam lagi.

Aku tak memintamu untuk kembali menghubungiku saat kau sudah bisa memaafkanku nanti. Aku hanya minta kau mengingatku sebagai temanmu. Aku tidak berharap kau menyapaku jika suatu hari kita bertemu lagi namun jika kau tak keberatan, maukah lemparkan senyuman walau dari kejauhan?

Tidak pernah ada yang salah dari sebuah pertemuan, aku juga tak keliru saat memilihmu satu dasawarsa lalu. Dan selalu ada rencana berbeda dibalik kejadian ini. Tuhan izinkan kita reuni, hanya tuk sekedar bertemu bukan bersatu kembali.
Aku tahu kau pasti membaca tulisan ini. Dimana pun kau berada kini, maukah kau berdoa untukku? Doakan agar kau adalah pria terakhir yang ku hadiahi luka. Suatu hari nanti akan ada pria yang membuatku jatuh cinta, maukah kau membantuku berdoa agar ceritaku selanjutnya berakhir bahagia. Aku juga akan melakukan hal yang sama. Aku tahu Tuhan telah sediakan wanita istimewa yang bukan hanya membantumu menyembuhkan luka tapi juga membuat kau percaya cinta sejati benar-benar ada.

Hei..jangan tersenyum mengejek atau pun  tertawa. Aku tidak sedang menghiburmu. Aku tulus berdoa untuk bahagiamu. Aku hanya mengambil bagian hatiku yang pernah kau curi, bangkitlah dengan kepingan hati yang tersisa.
- God Bless You CSL -

HEI KAMU..TERIMA KASIH UNTUK PERCAKAPAN SINGKAT ITU



Beberapa hari ini kekalutan hatiku semakin kuat mengantam. Aku diperhadapkan dengan berbagai macam pergumulan. Beban itu semakin kuat menekan namun untuk berbagi pada orang lain aku enggan. Apa dengan bercerita semua akan lebih ringan? Aku rasa tidak. Karena itulah aku tak ingin orang lain tahu apa yang aku rasakan.
Di depan banyak orang aku bisa bersikap ceria seperti biasanya. Aku pikir tak ada yang bisa membaca jika dibalik tawa aku menyembunyikan sesuatu. Aku salah. Sikap pura-puraku tidak berlaku di hadapanmu.
            “Sms dari siapa? Mantan yang di Singapura?” Tanyamu ketika salah seorang teman kita meledekku karena aku terlalu fokus pada ponselku sedangkan di depan kita telah tersaji makanan.
            “Tahu dari mana tentang hal itu?”Selidikku. Aku terkejut. Aku sangat terkejut bagaimana mungkin kau mengetahui hal yang tak pernah kubagi. Kau mengelak dengan jawaban yang tidak bisa ku terima. Ya..disitu semua bermula. Dalam perjalanan pulang kita harus terlibat dalam pembicaraan yang melibatkan perasaan. Perasaanku harus tak beraturan karenanya.
“Apa yang kau cari? Harta, Tahta atau Cinta?” Pertanyaan itu kau ajukan padaku setelah aku bercerita panjang tentang dia. Pria yang datang dari masa lalu kemudian menawarkan cinta untukku.
“Tidak ada. Aku tak lagi mencintainya, aku hanya ingin menebus rasa bersalahku padanya” Jawabku. Mungkin kalimat itu keluar dari mulutku hanya karena aku tak tahu apa yang sebenarnya aku inginkan. Aku masih mencari tahu apa yang sebenarnya kucari.
“Jangan bilang tidak ada. Jika kau tak cinta dia,masih tersisa dua pilihan lain. Harta atau Tahta?” Sepertinya kau tak begitu saja percaya dengan ucapanku.
Apa yang aku cari? Entahlah. Aku menarik nafas dalam. Dari sudut mataku aku bisa melihat kau sedang menatapku tapi aku pura-pura tidak tahu. Aku ingin marah padamu. Kenapa aku harus terlihat bodoh di depanmu? Aku ingin marah padamu ! Sepanjang perjalanan kau berhasil membuat aku jujur berkata tentang rahasia yang sebenarnya tak ingin ku bagi.
Hei..siapa kau sebenarnya? Mengapa saat di depanmu aku bisa bercerita tentang kesesakan ini? Ada banyak pertanyaan yang ingin kulontarkan padamu. Cukup ! Biarlah aku sendiri yang bertanya pada hatiku.
“Apa dengan lari kau bisa merasa lebih tenang? Apa kau yakin itu tidak akan menimbulkan rasa bersalah yang baru. Semua itu ada di pikiranmu,bukan dikantongmu. Jika kau menyimpan kesesakan itu di kantong celanamu,kau bisa membuangnya lalu melupakannya.”Aku tak mengerti mengapa ucapanmu terdengar seperti sebuah ejekan. Ah..mungkin aku yang terlalu sensitive. Kupandang wajahmu dan mata kita beradu.
“Semua tersimpan dipikiranmu dan akan selalu ada dimanapun kau berada” Aku bisa mendengar ada ketegasan dari nada bicaramu. Perkataan terakhirmu membuat aku sadar,kau tidak sedang mengejekku melainkan membantuku untuk kembali berpikir jernih.

Sekali lagi kutatap matamu, aku tak berusaha mengalihkan pandanganku ke tempat lain. Tuhan..siapa pria yang ada di hadapanku? Dia terlihat berbeda dari kesehariannya. Aku tak tahu mengapa Tuhan selalu mengirimmu di saat yang tepat. Ini ketiga kalinya kita duduk berdua dan saling berbagi cerita. Akhirnya selalu sama.Kata per kata yang kau lontarkan selalu bisa menarikku kembali ke dunia nyata. Kau seolah membawaku keluar dari dunia kenangan saat aku masih bersama dia. Kau juga berhasil menghentikan langkahku sesaat sebelum aku terbang menuju angan yang berisi harapan-harapan tak pasti. Mengapa harus kau?
“Aku tidak sedang menakutimu namun jika kau terus lari maka perasaan dikejar akan terus kau rasakan. Aku sudah lebih dulu mengalaminya. Menghindari sesuatu hanya akan membuatmu tidak tenang. Menjelang deadline yang dia berikan,kau bisa berpikir ulang” Setelah berkata demikian, kau pamit pulang.
Aku perhatikan sampai malam benar-benar membuatmu menghilang.
“Terima Kasih” Ujarku pelan dan aku tahu sudah pasti kau tak akan mendengar.

Kau..aku selalu bertanya siapa kau? Mengapa pertahanan keangkuhanku roboh saat aku bersamamu. Entahlah,bukankah tidak semua pertanyaan harus mendapatkan jawaban. Semua yang kau katakan benar adanya hanya saja egoku seakan tidak terima.
Ku tutup rapat pintu rumahku. Sekalipun aku belum bisa membuat keputusan, setidaknya ada sedikit kelegaan yang aku rasakan walau hanya beberapa jam berbincang denganmu. Mungkin besok semua akan kembali seperti semula, kau akan bertingkah seperti biasanya dan percakapan kita malam ini pun akan kau lupa. Tak apa..kau tak punya kewajiban untuk mengingat apa pun tentang kita. Akulah pihak yang tak boleh lupa.

Entah kapan aku akan melihatmu seperti itu lagi tapi yang pasti sejak malam ini aku mulai memandangmu sebagai seorang pria. Aku jatuh cinta?
Jangan..
Tidak..
Belum..

Setelah hari ini mungkin aku belum tentu menemukan kau yang bijaksana seperti yang baru saja kulihat. Seperti apapun kau,tidaklah penting bagiku. Namun jika aku punya kesempatan duduk berdua denganmu lagi, aku sangat ingin berterima kasih.
Terima kasih karena aku bisa menumpahkan perasaanku saat bersamamu.
Terima kasih karena di depanmu aku bisa menjadi diriku sendiri tanpa harus malu meluapkan semua emosi.
Terima kasih karena kau bisa membuat aku tenang setelah kekalutan itu pergi.
Aku tak tahu keputusan apa yang akan kubuat nanti namun yang pasti, terima kasih telah menjadi bagian dari keputusan ini.


LETTERS TO ROMEO III



Kapan kau akan membuka hati? Kalimat itu sedikit menggelitik ketika seorang teman menanyakannya padaku. Entahlah..banyak hal yang terjadi selama setahun terakhir. Jujur terkadang aku membenci kesendirianku karena tidak sedikit orang beranggapan bahwa aku masih belum bisa lepas dari kenangan kita. Kenyataannya tak begitu, aku sudah tak ingin lagi kembali kesana. Dan hari ini saat hubunganmu dengan gadis itu berakhir, mengapa mereka seolah memprediksi bahwa kita akan kembali bersama lagi?

Tahukah kau ada banyak orang diluar sana menjadikanmu sebagai penentu bahagiaku. Mengapa harus demikian? Padahal aku baik-baik saja tanpamu. Aku tak membuka hati bukan karena kau masih disana, aku sudah membersihkan ruangannya sejak lama hanya saja aku enggan membiarkan orang masuk sembarangan. Kau.. bisakah kita tak menjadi bayangan satu sama lain? Ah sudahlah,ini bukan salah kita. Aku rasa kau pun tak pernah menduga jika ada banyak orang yang menginginkan kita bersama kan? Aku juga demikian.

Aku tak ingin mencari penggantimu, tapi kau jangan berbangga dulu. Jangan pernah beranggapan bahwa kau takkan terganti. Aku hanya tak ingin mengganti yang tlah hilang karena lelaki yang kelak bersamaku adalah orang baru yang mengisi hariku dengan warna baru bukan melanjutkan tugasmu.
Tugasmu untuk menjaga dan membuatku bahagia sudah selesai sejak tangan kita tak lagi saling menggenggam. Terima kasih memang harus aku ucapkan karena pada masa lalu kau bisa membuat aku merasa sangat nyaman dengan sederet perhatian yang kau berikan. Kita sudah berdamai,bukan?

Hari ini kau kembali patah hati.

Hari ini kau kembali mengakhiri sekaligus mengawali.

Tak banyak yang bisa kukatakan. Impian banyak orang takkan bisa kita wujudkan karena kau dan aku memiliki cara berbeda dalam memandang masa depan. Namun tetaplah memulai untuk kembali menemukan cinta yang baru. Aku..bagian masa lalu yang kini berusaha menjadi teman baikmu akan selalu berdoa untuk bahagiamu.