Pilihan yang tepat
akan membawamu pada orang yang tepat. Aku tak tahu mengapa aku menulis kalimat
itu sebagai pembuka dari curahan hati ini. Aku sudah menemukan orang tepat?
Tidak. Hmmm..rasanya lebih baik jika aku mengatakan aku belum menemukan orang
yang tepat. Walaupun begitu aku tahu
bahwa aku telah membuat keputusan yang tepat.
“Robek
tiketnya sekarang”Ucapmu saat kita bertemu di Bandara tepat di hari ulang
tahunku beberapa waktu lalu .
“Jika
tidak kau lakukan, itu artinya kau masih memberiku peluang untuk berjuang”
Lanjutmu kemudian.
Aku hanya bisa
terdiam. Untukmu yang telah lama menunggu, aku rasa tindakanku sangat tak adil.
Kau harus tahu sebenarnya aku tak ingin menyakitimu dengan kenyataan seperti
ini tapi aku juga tak boleh membiarkanmu terlalu lama bermimpi.
Salahku karena dulu
aku tak sabar menunggu sampai kau meraih impianmu. Aku masih sangat labil kala
itu, aku tersanjung ketika kau bilang akan menyertakanku di masa depanmu.
Kenyataan kau berjuang sendiri,itulah yang membuat aku tak terima. Bagaimana
mungkin akan tercipta KITA kalau aku dan kau tak berjuang bersama?
Bukankah jika kau
biarkan aku mendaki bersamamu akan lebih berarti dibandingkan kau membiarkanku
menunggumu di kaki gunung. Menunggu kau kembali lalu memberitahu jika puncak
itu sudah kau raih dan perjuangannya tak mudah. Saat membaca tulisan ini kau
pasti berpikir aku sedang membuat pembenaran atas tindakanku menggantikanmu
dengan orang lain. Maaf jika aku salah.
Tolong mengertilah.
Kau ingat hari dimana aku mengantarmu untuk meraih mimpi? Hari dimana kau minta
aku menunggu tanpa memberi kepastian apapun. Kau tahu betapa sulitnya bertahan
menghadapi banyak tawaran cinta yang datang. Aku cukup angkuh menolak dan bisa
setia, tapi kau tak menghubungiku sama sekali. Lalu kepada siapa kesetiaan itu
aku banggakan? Untuk satu ketidakpastian, salahkah jika aku berlabuh pada
dermaga yang lain setelah bertahun terombang-ambing?
Kau datang sangat
terlambat sehingga penjelasan apapun tak lagi bisa membuatku bergeming. Kau
datang ketika aku sudah bahagia bersama orang lain, itulah yang aku sesalkan.
Kau berusaha masuk kembali dalam hidupku,kau bilang dia bukan orang yang tepat
untukku. Kalau dia bukan orang yang tepat, menurutmu siapa yang pantas menjadi
pria istimewa untukku? Apa orang itu adalah kau? Kau yang membiarkan aku
melewati semuanya sendiri? Kau tak bisa menjawab pertanyaanku, kau hanya bilang
kau akan menunggu hingga aku dan dia tak lagi bersama. Kau membuang waktu untuk
hal tak pasti.
Kau memegang
perkataanmu. Kau benar-benar membuang tahun-tahun hidupmu dengan menunggu tanpa
harus menjadi seorang pengganggu. Hingga tiba dimana aku dan dia tak lagi
bersama. Kau cukup cerdas memainkan peranmu. Saat tahu aku terluka, kau tak langsung
datang memberikan penawarnya. Kau membiarkan aku menikmati kesendirianku
terlebih dahulu.
Dan tepat di hari
ulang tahunmu kau datang padaku menawarkan akhir untuk cerita panjang kita. Kau
memintaku menjadi yang terakhir dan satu-satunya dalam hidupmu. Aku tak bisa
menyembunyikan rasa tak percaya mendengar ucapanmu. Setelah aku mengumpulkan
keberanian untuk memenuhi undanganmu, aku juga dikagetkan dengan permintaanmu.
Permintaan yang kuanggap bisa menjadi jalan keluar untuk menebus rasa
bersalahku sekaligus membuka jalan buatku melarikan diri dari tekanan yang
sedang kualami. Aku pikir tak ada salahnya menjalaninya bersamamu.
Jika kau meminta aku
menjawab saat itu juga pasti aku akan menjawab “YA” namun sepertinya kau tak
terburu-buru. Kau menginginkan jawaban di hari ulang tahunku. 40 hari waktuku
untuk berpikir. 40 hari yang membuat kau harus mendengar kata “TIDAK” terucap
dari mulutku. Dalam 40 hari ada banyak hal yang terjadi. Aku bertemu seseorang
yang membuat pikiranku terbuka. Membuat aku sadar bahwa aku tak bisa
memenjarakan sisa hidupku hanya untuk menebus rasa bersalah.
Kita impas. Aku
pernah menunggumu dan kau pun melakukan itu. Durasinya saja yang berbeda, kau
menghabiskan waktu lebih lama.
“Kita
benar-benar selesai?” Tanyamu ketika aku menyerahkan potongan tiket itu
kepadamu. Aku mengangguk lalu memberanikan diri menatap matamu. Aku bisa
melihat ada luka disana. Aku tahu kau sangat mencintaiku, rasa yang tak pernah
berubah sejak kita berdua saling jatuh cinta 10 tahun yang lalu. Kau boleh menganggapku
jahat.
“Setelah
ini kita akan tetap berteman?” Kali ini aku yang bertanya.
“Lebih
baik tidak” Suaramu terdengar parau. Hei..jelaskan padaku seberat apa kesesakan
yang kau rasa. Aku berusaha tersenyum saat aku mengulurkan tangan tapi kau
membiarkan tanganku menggantung di udara. Aku tahu butuh waktu untuk memulihkan
luka yang hari ini aku buat. Kita akan berada di benua berbeda, semoga itu
dapat membantumu melupakan semua.
Aku menawarkan akhir
berbeda. Aku dan kau menjadi teman karena dulu kita mengawali cerita ini dengan
pertemanan. Kau menolaknya, aku terima dengan lapang dada. Maaf jika aku
menyakitimu..itulah yang kuucapkan ketika melihat punggungmu perlahan
menjauhiku. Meski sedih namun aku bernafas lega. Memulai hari bersamamu tanpa
rasa cinta akan menyakitimu di kemudian hari. Menjadikan orang setulus dirimu
sebagai pelarian akan membuatmu terluka lebih dalam lagi.
Aku tak memintamu
untuk kembali menghubungiku saat kau sudah bisa memaafkanku nanti. Aku hanya
minta kau mengingatku sebagai temanmu. Aku tidak berharap kau menyapaku jika
suatu hari kita bertemu lagi namun jika kau tak keberatan, maukah lemparkan
senyuman walau dari kejauhan?
Tidak pernah ada yang
salah dari sebuah pertemuan, aku juga tak keliru saat memilihmu satu dasawarsa
lalu. Dan selalu ada rencana berbeda dibalik kejadian ini. Tuhan izinkan kita
reuni, hanya tuk sekedar bertemu bukan bersatu kembali.
Aku tahu kau pasti
membaca tulisan ini. Dimana pun kau berada kini, maukah kau berdoa untukku?
Doakan agar kau adalah pria terakhir yang ku hadiahi luka. Suatu hari nanti
akan ada pria yang membuatku jatuh cinta, maukah kau membantuku berdoa agar
ceritaku selanjutnya berakhir bahagia. Aku juga akan melakukan hal yang sama.
Aku tahu Tuhan telah sediakan wanita istimewa yang bukan hanya membantumu
menyembuhkan luka tapi juga membuat kau percaya cinta sejati benar-benar ada.
Hei..jangan tersenyum
mengejek atau pun tertawa. Aku tidak
sedang menghiburmu. Aku tulus berdoa untuk bahagiamu. Aku hanya mengambil
bagian hatiku yang pernah kau curi, bangkitlah dengan kepingan hati yang
tersisa.
- God Bless You CSL -