Kamis, 01 Oktober 2015

Letter To Romeo II



Ada yang berbeda dari hari ini. Kau tahu apa? Tak ada sapa hangat selamat pagi darimu , tak ada cerita tentang aktivitas yang kau lalu sepanjang hari dan tak ada kesempatanku untuk berceloteh ria ketika kau membantah ide-ide yang aku anggap kreatif namun terlalu rumit bagimu. Mungkin aku yang belum terbiasa namun pelan tapi pasti kita akan bisa menerima kenyataan yang ada. Sejujurnya ada rasa rindu setiap kali aku menemukan namamu dalam daftar kontak  telepon selulerku tapi untuk kembali melangkah bersama kita sudah tak bisa.
Aku pernah mengatakan bahwa ketika kita memutuskan untuk berhenti bukan berarti semua berakhir,tapi ketika kita memilih untuk mengakhiri maka secara otomatis semua akan terhenti. Dan itulah yang kini terjadi. Kenyataan  adalah sesuatu yang tak mungkin kita bantah sekalipun ingin, protes pada keadaaan bukanlah suatu pilihan. Tidak ada yang menginginkan sebuah perpisahan,setidaknya itulah yang aku tahu saat kita bertemu disebuah awal yang disebut perjumpaan.
Mungkin beberapa orang diluar sana akan bertanya pihak mana yang pantas untuk dipersalahkan,tidak ada ! Ini adalah keputusan yang berdasar pada kesepakatan. Pelik permasalahan cukup kita yang rasakan. Aku bersyukur karena kita mengakhirinya dengan sebuah senyuman, walau itu dilakukan dengan sisa ketegaran saat melihat genggaman tangan memang sudah waktunya dilepaskan.
Tidak tragis memang,tapi cukup mencipta rasa gamang di sudut hati. Walau tak seperti Kisah Cleopatra dan Mark Anthony dalam karya fenomenal William Shakespeare namun terlalu munafik rasanya jika aku mengatakan tak ada tangisan. Airmata tetap ada ,entah itu menggambarkan kelegaan,kesedihan atau perpaduan dari keduanya tidaklah penting. Satu hal yang kita sadari setelah sekian lama adalah kita benar-benar siap untuk kenyataan bernama kehilangan.
Terima kasih telah menyayangiku,rasamu membuat aku selalu kuat menghadapi segala kemungkinan  yang akan terjadi nanti. Kapan pun kau melihatku ,tersenyumlah. Kau berhasil membuatku tak lagi takut pada kesendirian. Kau menyakinkan aku untuk tegar menghadapi sesuatu yang disebut perpisahan. Kau juga yang membuatku percaya sekalipun aku sendiri namun aku tak pernah kesepian. Setiap kisah harus berakhir bahagia. Entah itu bersama atau kita memiliki bahagia yang berbeda tapi aku berharap semoga kita bisa memaknai setiap peristiwa dengan bijaksana.